OTORITAS SPRITUAL DI ERA SYARIAT JARINGAN DAN KONTESTASI TAREKAT DALAM MASYARAKAT ACEH KONTEMPORER

Abstract views: 826 , PDF downloads: 733

Abstract

Hadirnya teknologi telah  memberikan dampak negatif bagi sebagian orang yang tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Selain itu zaman modern yang dianggap sebagai zaman yang menyebabkan seseorang  untuk terjebak pada pola hidup materialistik-hendonistik yang mendorong dirinya lebih banyak menghabiskan hidupnya untuk mencari kepuasan yang bersifat materi dan sering kali bersifat tak acuh kepada Tuhannya. Penerapan syariat Islam di Aceh selalu terkait dengan hukum Islam. Hal ini telah menafikan aspek spritualitas dalam tarekat yang merupakan akar Islam di Aceh, apalagi kelompok-kelompok tarekat seperti tidak menampakkan diri kepermukaan. Namun yang menjad ipertanyaan apakah kelompok tarekat benar-benar hilang karena diberlakukan syari’at Islam. Tulisan ini mencoba menelusuri bagaimana pola adaptasi dan perubahan gerakan tarekat di Aceh pasca modern, dimana penulis mengambil contoh pada Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf (MPTT) Syekh Haji Amran Wali sebagai representasi tarekat Naqsyabandi al-Khalidi (Aceh Selatan dan Banda Aceh). Dari penelusuran ini, penulis menemukan beberapa pola adaptasi tarekat terhadap kebijakan dan kecenderungan masyarakat Islam dalam hukum Islam. MPTT Amran Wali cenderung melakukan pemaknaan ulang atas doktrin-doktrin tasawuf klasik yang dianggap bertentangan dengan syariat namun berbeda dengan lainnya. [The existence of technology has had a negative impact on some people who cannot use it wisely. In addition, modern era is considered as the period that caused peoples to get caught up in a materialistic-hendonistic lifestyle that drives them to spend more of their life looking for material satisfaction and ignored their God. The implementation of Islamic law in Aceh is always related to Islamic law. This has denied the spirituality aspect in the tarekat which is the root of Islam in Aceh, moreover tarekat groups are reluctant to appear on the surface. The question is whether the tarekat group was truly disappeared because of the implementation of sharia. This paper tries to explore how is the adaptation patterns and changes in the tarekat movement in post-modern Aceh, and the sample of this research is the Study of Tawheed Tasawuf (MPTT) Sheikh Haji Amran Wali as the representation of the Naqsyabandi al-Khalidi congregation (South Aceh and Banda Aceh). This study reveals several adaptation patterns of the tarekat to the policies and trends of the Islamic community in the implementation of Islamic law. MPTT Amran Wali tended to redefine classical Sufism doctrines that were considered to be contrary with the Sharia.]

References

Abd Syukur. “Mekanisme Bertahan Kaum Tarekat.” Islamica 4(2) (2010).

Abdul Aziz Dahlan. “Thasawuf Syamsyuddin Sumartani.” IAIN Syarif Hidayatullah, 1992.

Abdurahman, Dudung. “Sosiologi Kaum Sufi: Sebuah Model Studi Intergratif Interkonektif.” Jurnal Sosiologi Reflektif 9(2) (2015).

Ahtisaari, Martti. “Lesson of Aceh Peace Talk.” Asian Europe Journal 6(1) (2008).

Al-Yasa’ Abu Bakar. Syariat Islam di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Paradigma Kebijakan dan Kegiatan. Banda Aceh: Dinas Syariat Islam NAD, 2008.

Arifin, Imron. “Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng.” Islami Studies, 2006, 221–68.

Bahri, Syamsul. “Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh sebagai bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Jurnal Dinamika Hukum 12(2) (2012).

Hadi, Amirul. Islam and State in Sumatera: A Study of Seventeenth-Century Aceh. Leden: Brill, 2004.

Hasmy, Ali. Ulama Aceh Mujahid Kemerdekaan dan Pembangunan Tamaddun Bangsa. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

Hasymy, Ali. Sejarah Kebudayaan Aceh. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Ichwan, Moch Nur. “The Politics of Shariatization, Central Goverment and Religion Discourses of Sharia a Implementation in Aceh.” In Islamic Law in Contempory Indonesia: Idea and Instituation, diedit oleh Micheal Feener dan Mark Cammack. Cambridge: Hardvard Law School and Harvard University Press, 2007.

Ismail. Sistem Budaya Adat Aceh dalam Membangun Kesejahteraan: Nilai Sejarah dan Dinamika Kekinian. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh, 2008.

John, Anthony H. “Islamization in Southeast Asia: Reflection and Reconsiderations with Special reference to the Role Of Sufism.” Southest Asian Studies 31(1) (1993).

Johns, A.H. “Sufism as a Category in Indonesia Literature and History.” Journal of South East Asian History 2(2) (1961).

Kamaruzzaman bustamam Ahmad. “The Aplication of Islamic Law in Indonesia: The Case Study of Aceh.” Journal of Indonesian Islam 1(1) (2007).

Kamaruzzaman Butaman-Ahmad. Acehnologi. Banda Aceh: Bandar Publishing, 2012.

Kloss, David. “Becoming Better Muslims: Religious Authority and Ethical Improvement in Aceh, Indonesia.” Leiden University, 2013.

Lings, Martin. What is Sufism? London: Allen & Unwin, 1975.

Muhammad Arifin. “Islam dan Akulturasi Budaya Lokal di Aceh.” Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA 15(2) (2016).

Mutia Zahara. “Tradisi Meugure Pada Dayah Perempuan di Aceh.” UIN Ar-Raniry, 2014.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia:1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1990.

Omae Fathurrahman. “Reinforching Neo-Sufism in The Malay Indonesia World: Stattariyah Order in West Sumatra.” Studi Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies 10(3) (2003).

Otto Syamsuddin Ishak. Aceh Pasca Konflik: Kontestasi 3 Varian Nasionalisme. Banda Aceh: Bandar Publishing, 2015.

Rizqa Ahmadi. “Kontestasi atas Otoritas Teks Suci Islam di Era Disrupsi : Bagaimana Kelas Menegah Muslim Indonesia Memperlakukan Hadis melalui Media Baru.” Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 1(15) (2019).

Rubaidah. “Reorientasi Idiologi Urban Sufisme di Indonesia terhadap Relasi Guru dan Murid dalam Tradisi Generik Sufism pada Majelis Shalawat Muhammad di Surabaya.” Teosofi, Jounal Tasawuf dan pemikiran Islam 5(2) (2015).

Rumadi. “Islam dan Otoritas Keagamaan.” Jurnal Walisongo 20(1) (2012).

Salim, Arskal. Challengin the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia. Honolulu: Hawai University Press, 2008.

———. “Syariah From Below in Aceh : Islamic Identity and the Right to Self Determination with Comparative Reference to The Moro Islamic Liberation Front (MILF).” Journal of Indonesian and Malay World 32(92) (2004).

Sehat Ihsan Shadiqqin. “Tarekat Shiddiqiyah dalam Masyarakat Jawa Pedesaan.” Jurnal Subtantia 14(2) (2012).

Shadiqin, Sehat Ihsan. “Dibawah Payung Habib: Sejarah,Ritual, dan PolitikTarekat Syattariyah di Pantai Barat Aceh.” Jurnal Substantia 19(1) (2017).

Sufi, Rusdi. Tgk. Hasan Krueng Kalee dan Teuku Nyak Arief, Profil Ulama dan Umara Aceh. Banda Aceh: Badan Perpustakaan Provinsi NAD, 2006.

Susanti, Edi. “Krisis Kepemimpinan Kiai atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat.” Jurnal Islamica 01(2) (2007).

Syed Muhammad Naguib Al-Attas. The Mysticim of Hamzah Fansuri. Kuala Lumpur: University of Malaysa Press, 1970.

Syihab, Alwi. Islam Sufistik, Islam Pertama dan pengaruh Hingga Kini di Indonesia. Bandung: Mizan, 2001.

Ummah, E. Ova Siti Sofwatul. “Tarekat, Kesalehan Ritual, Spiritual dan Sosial: Praktik Pengamalan Tarekat Syadziliyah di Banten.” Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat 15(2) (2018).

Werner Kraus. “The Shattariyya Sufi Brotherhood in Aceh.” In Aceh History Politics and Culture, diedit oleh Arndt Graf. Singapore: ISEAS, 2010.

PlumX Metrics

Published
2020-06-26
Section
Articles