Pagi itu, udara Malang terasa lembab setelah hujan semalam. Di sebuah rumah kontrakan kecil di kawasan Lowokwaru, seorang pria berusia 42 tahun bersiap mengenakan jaket hijau lusuhnya. Namanya Rudi Santoso — seorang supir ojek online yang sudah tujuh tahun berjuang menaklukkan kerasnya jalanan kota demi menghidupi keluarga kecilnya.
“Anak saya baru masuk kuliah, Mas,” ujarnya dengan suara lirih saat ditemui di sebuah warung kopi dekat terminal Landungsari. “Biayanya... aduh, luar biasa berat. Kadang saya sampai bingung mau cari dari mana lagi.”
Rudi adalah tipikal pekerja keras yang pantang menyerah. Setiap hari ia mengaspal sejak pukul enam pagi hingga tengah malam. Namun, meski jam kerjanya panjang, penghasilannya sering kali tak cukup menutupi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anaknya, Dinda, yang diterima di sebuah universitas negeri di Malang. Istrinya hanya bisa membantu dengan berjualan nasi bungkus di depan rumah — sekadar menambah uang dapur.
Tekanan yang Tak Terucap
“Kadang saya pura-pura ceria di depan anak, padahal kepala penuh angka. Tagihan, cicilan motor, uang kos anak... semuanya numpuk,” kata Rudi sambil menatap jalan yang ramai dengan kendaraan. Ada gurat lelah di wajahnya, tapi juga ada nyala kecil — sebuah keinginan untuk terus bertahan.
Situasi makin sulit ketika pandemi sempat membuat pesanan ojek online menurun drastis. Ia sempat menjual ponsel lamanya untuk menutupi biaya semester pertama anaknya. “Saya malu sama diri sendiri, tapi apa boleh buat? Saya cuma pengin anak saya tetap sekolah, punya hidup yang lebih baik.”
Saat Harapan Mulai Pudar
Awal 2024, Rudi nyaris putus asa. Ia sempat berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan di malam hari, tapi tubuhnya sudah tak kuat lagi. Ia bahkan pernah mengalami kecelakaan ringan karena kelelahan. “Waktu itu saya benar-benar down. Rasanya kayak semua pintu tertutup.”
Hingga suatu sore, di sela waktu menunggu orderan, ia duduk di warung kopi dan melihat temannya bermain sebuah game di ponsel. “Katanya ini Mahjong Ways, permainan yang katanya bisa bikin otak santai sambil ngatur strategi,” ujar Rudi sambil tersenyum kecil, mengenang awal perkenalannya.
Belajar dari Permainan
Awalnya Rudi hanya bermain untuk melepas stres. Ia tertarik karena tampilannya yang sederhana namun penuh makna strategi. “Saya pikir cuma hiburan, tapi lama-lama saya sadar, game ini ngajarin saya banyak hal — sabar, fokus, dan tahu kapan harus berhenti.”
Dalam Mahjong Ways, ia belajar tentang mengatur peluang, membaca pola, dan mengendalikan diri. “Aneh ya, tapi dari situ saya jadi ngerti cara ngatur rezeki. Kalau lagi naik, jangan euforia. Kalau turun, jangan panik. Sama kayak hidup.”
Strategi, Bukan Keberuntungan
Rudi mengaku kini menjadikan waktu bermain Mahjong Ways sebagai refleksi diri. Ia mulai mencatat pengeluaran harian, menyisihkan sedikit untuk tabungan, dan mengatur waktu kerja lebih bijak. “Saya belajar strategi bukan cuma di game, tapi juga di hidup,” katanya mantap.
Bagi Rudi, permainan itu bukan pelarian, melainkan pengingat. Ia mulai percaya bahwa keberuntungan sejati datang dari ketenangan dan pengendalian diri — dua hal yang kini ia praktikkan baik di jalan maupun dalam keluarga.
Menemukan Irama Hidup Baru
Hari ini, Rudi masih mengaspal setiap pagi. Tapi kini wajahnya lebih tenang. Ia tak lagi terlalu panik soal masa depan. Dinda sudah memasuki semester dua dan membantu ibunya berjualan online. “Pelan-pelan, tapi hidup mulai lebih ringan,” katanya dengan senyum yang tulus.
Rudi mungkin tidak tahu istilah besar seperti “self-healing” atau “mindfulness”, tapi dari ceritanya, jelas bahwa ia menemukannya lewat keseharian — lewat permainan sederhana bernama Mahjong Ways yang mengajarkannya arti keseimbangan antara keberanian dan kesabaran.
“Saya nggak lagi cari menang di game,” tutupnya pelan, “saya cuma pengin menang di hidup.”