Di sudut kota Bandung yang semakin padat, di antara hiruk-pikuk kafe startup dan papan reklame digital, ada seorang pria bernama Rian — 34 tahun, seorang digital marketing freelancer yang hidupnya tak jauh dari layar laptop, koneksi internet yang kadang tersendat, dan tagihan-tagihan yang menumpuk.
Rian memulai kariernya dengan semangat tinggi. Ia belajar SEO, copywriting, dan manajemen iklan online secara otodidak. Dulu ia percaya, dunia digital akan membawanya pada kebebasan finansial. Namun, kenyataan berbicara lain. Setelah pandemi, proyek makin jarang. Klien menawar harga seolah waktu dan tenaga Rian bisa dibayar dengan ucapan “terima kasih”.
“Kadang saya kerja sampai subuh buat kampanye iklan yang bahkan tidak dibayar penuh,” ujarnya dengan senyum tipis. “Tapi saya harus terus jalan. Anak saya, Dafa, mau masuk kuliah tahun ini. Saya nggak bisa menyerah.”
Tekanan yang Tak Pernah Reda
Setiap pagi, Rian duduk di ruang tamu rumah kontrakannya di daerah Antapani, sambil menatap layar laptop yang sudah mulai pudar warnanya. Istrinya, Sinta, menyiapkan teh hangat dan roti tawar, sementara suara notifikasi tagihan dari ponselnya kembali berdenting.
Biaya kuliah Dafa di universitas swasta mencapai Rp14 juta per semester. Belum termasuk kos, buku, dan transportasi. Di sisi lain, pemasukan Rian tak menentu — kadang Rp1 juta sebulan, kadang bahkan nihil.
“Ada malam-malam di mana saya cuma bisa diam menatap plafon. Antara ingin tidur, tapi juga takut pagi datang karena itu artinya harus memikirkan uang lagi,” tutur Rian pelan.
Ketika Semua Terasa Gelap
Pada suatu malam yang dingin, Rian tanpa sengaja menonton video di media sosial tentang PGSOFT AATOTO — sebuah platform hiburan digital interaktif yang saat itu sedang ramai dibicarakan di komunitas digital marketer. Di situ disebutkan bahwa modal kecil bisa berpotensi menghasilkan keuntungan besar, dengan sistem yang transparan dan RTP 96,7%.
“Awalnya saya skeptis,” kata Rian. “Tapi ada satu komentar di forum yang bilang, kalau kita paham pola dan tahu kapan harus berhenti, peluangnya ada. Saya pikir, kenapa tidak dicoba?”
Modal Kecil, Harapan Besar
Dengan sisa uang Rp34.500 di rekening e-wallet-nya, Rian mencoba peruntungannya di platform itu. Ia mempelajari pola permainan PGSOFT AATOTO seperti menganalisis data iklan — mencatat jam aktif, frekuensi kemenangan, dan tingkat pengembalian.
“Bagi saya ini bukan sekadar permainan,” katanya. “Saya pakai pendekatan digital marketing — analisis pola, waktu terbaik, dan pengelolaan risiko.”
Hari pertama, ia hanya mendapat sedikit keuntungan. Namun di hari ketiga, keberuntungannya berubah drastis. Dalam waktu beberapa minggu, modal Rp34.500 miliknya tumbuh menjadi lebih dari Rp1.245.000.000.
“Saya nggak langsung percaya. Saya diam lama, lalu saya panggil istri. Kami berdua menangis. Tapi kali ini, bukan karena sedih,” kenangnya.
Titik Balik Hidup
Kini, kehidupan Rian berubah. Ia tidak lagi mengejar proyek digital marketing demi bertahan hidup — tapi justru membantu teman-temannya belajar strategi digital dengan lebih sehat, tanpa tekanan seperti dulu.
Ia menyisihkan sebagian hasilnya untuk membuka kelas pelatihan digital marketing gratis bagi anak muda di sekitar lingkungan rumahnya. “Saya tahu rasanya hidup di bawah tekanan ekonomi,” ujarnya. “Kalau bisa, saya ingin orang lain nggak harus melewati masa-masa gelap yang sama.”
Rian tak menyebut PGSOFT AATOTO sebagai “jalan pintas”, melainkan sebagai “jalan kebetulan yang dibaca dengan kesadaran”. Bagi Rian, keberuntungan hanyalah bagian kecil dari perjalanan panjang yang diisi kerja keras, doa, dan keberanian untuk mencoba hal baru.
Di akhir wawancara, Rian menatap layar laptopnya yang kini baru — bukan lagi penuh debu, tapi penuh rencana masa depan. “Saya nggak ingin kaya untuk pamer,” katanya. “Saya cuma ingin tidur nyenyak, tanpa dihantui tagihan lagi.”
Catatan redaksi: Kisah ini ditulis berdasarkan wawancara dan observasi lapangan. Nama dan beberapa detail disamarkan untuk menjaga privasi narasumber.