DARI PLURALISME DISINTEGRATIF MENUJU PLURALISME INTEGRATIF (Analisis Interaksionisme Simbolik Masyarakat Beda Agama di Kelurahan Karang, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri)

  • Arif Wibowo IAIN Ponorogo
  • Khairil Umami
Abstract views: 926 , PDF downloads: 739
Keywords: Pluralisme, Interaksionisme Simbolik, Masyarakat Beda Agama

Abstract

Pluralisme agama seringkali dijadikan sebagai sarana pemicu timbulnya konflik sosial sehingga pluralisme agama menimbulkan pluralisme yang disintegratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui simbol dan makna simbol dalam interaksi sosial masyarakat kelurahan Karang Slogohimo Wonogiri yang  mampu menjadikan pluralisme integratif. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi dari pemikiran G.H. Mead tentang interaksionisme simbolik sebagai pisau analisa. Objek sekaligus fokus penelitian ini adalah masyarakat beda agama di kelurahan Karang Slogohimo. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode deskriptif, data dikumpulkan melalui dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam. Hasilnya adalah bahwa simbol–simbol yang digunakan masyarakat Karang dalam interaksi sosial secara umum  melalui dua bentuk yaitu verbal dan non verbal. Kemudian Pemaknaan atas simbol–simbol tersebut dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu mind, self dan society sebagaimana maksud dari teori interaksionisme simbolik. Mind (pikiran) masyarakat Karang tentu sangat beragam yang dipengaruhi oleh berbagai latar belakang yang berbeda–beda namun ada konsep mind dalam sebagian besar masyarakat Karang beranggapan bahwa agama adalah “ageman, terhadap saudara lain “podho kulit lan balunge” sehingga perbedaan agama tidak menjadi suatu persoalan. Konsep Self (diri) faktor “Me” lebih dominan dari pada faktor “I” sehingga kecenderungan egois tidak begitu tampak. Adapun Konsep Society (masyarakat) mereka memiliki rasa peduli dan ada kecenderungan untuk interaksi sosial dengan masyarakat di sekitarnya, sehingga baik particular other maupun generalized other dapat berfungsi sebagai kontrol sosial yang baik. [Religious pluralism is often used as a means of triggering social conflicts so that religious pluralism creates disintegrative pluralism. This study aims to determine the symbols and meanings of symbols in the social interaction of the people of the Wonogiri Karang Slogohimo village that can make integrative pluralism. To achieve the objectives of this study, researchers used the sociological approach of G.H. Mead thinking about symbolic interactionism as a knife of analysis. The object as well as the focus of this research is the religiously diverse community in Karang Slogohimo village. This research is a descriptive field research method, data collected through documentation, observation and in-depth interviews. The result is that the symbols used by the Karang community in general social interaction through two forms, namely verbal and non verbal. Then the meaning of the symbols can be categorized into three, namely mind, self and society as intended by the theory of symbolic interactionism. The mind of the Karang community is certainly very diverse which is influenced by a variety of different backgrounds, but there is a mind concept in most Karang people who think that religion is "ageman, against another brother" podho kulit lan balunge "so that religious differences do not become a problem. The concept of Self factor "Me" is more dominant than the factor "I" so that selfish tendencies are not so visible. The concept of the Society (community) they have a sense of caring and there is a tendency for social interaction with the surrounding community, so that both the other particular and other generalized can function as good social control].

PlumX Metrics

Published
2019-06-25
Section
Articles