MENINJAU ULANG TRADISI MENGHAFAL DALAM KURIKULUM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA
Abstract
Perdebatan seputar penting tidaknya menghafal telah menjadi perbincangan yang serius akhir-akhir ini. Beragam tanggapan telah dikeluarkan oleh para pakar pendidikan, baik yang mendukung maupun yang menolak, tetapi suara dari praktisi pendidikan Islam belum terdengar. Artikel ini ingin mengisi kekosongan ini dengan melakukan penelusuran sejarah atas praktik penghafalan di institusi pendidikan Islam dari era Ottoman hingga contemporary Indonesia. Kajian kepustakaan ini juga mengangkat isu yang tak kalah penting, yaitu devaluasi nilai menghafal al-Qur’an pada maraknya rumah-rumah tahfidz di Indonesia belakangan ini. Artikel ini menyimpulkan tiga hal penting: Pertama, hafalan telah menjadi dan akan selalu menjadi metode pembelajaran yang menyatu dalam kurikulum pendidikan Islam. Kedua, hafalan tidak menegasikan dengan sendirinya proses pemahaman. Pertentangan dua hal ini hanyalah bagian dari kerancuan cara berpikir kita yang bingung membedakan antara ontologi system pendidikan Islam dan pendidikan Eropa. Ketiga, embodiment al-Qur’an dengan diri seorang Muslim adalah sebuah tujuan mulia yang selama sekian abad menjadi trademark dari institusi pendidikan Islam, dan terancam hilang. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, tiga temuan ini relevan untuk mengusung setidaknya dua strategi pendidikan: jenjang Pendidikan Islam yang berkelanjutan dan urgensi mempertahankan sistem pendidikan yang indigenous dari rahim institusi pendidikan Islam.
Copyright (c) 2024 Kodifikasia
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.