Melampaui Abangan-Santri: Majelis Sabilu Taubah and Identitas Ganda Baru
Majelis Sabilu Taubah and New Hybrid Identities
DOI:
https://doi.org/10.21154/dialogia.v23i02.11932Abstrak
Artikel ini mengkaji tentang kemunculan identitas hibrida baru di Majelis Sabilu Taubah, Pesantren Mambaul Hikam Blitar, yang diasuh oleh Muhamad Iqdam (Gus Iqdam). Gus Iqdam menyebut jamaahnya sebagai “garangan,” identitas baru yang mencakup beragam individu, termasuk mantan gangster, penjudi, peminum alkohol, dan penghibur klub malam. Dengan pendekatan fenomenologis, artikel ini coba menelisik faktor-faktor apa saja yang menarik kelompok “garangan” itu untuk gabung menjadi jamaah di Majelis Sabilu Taubah dan bagaimana mereka merepresentasikan identitas keagamaan mereka. Artikel ini berargumen bahwa kelompok “garangan” tertarik pada Majelis Sabilu Taubah karena gaya dakwahnya yang ramah, milenial, menarik, dan tidak menghakimi. Lebih lanjut, istilah “garangan” tidak dapat secara tegas diklasifikasikan sebagai abangan atau santri, sebagaimana tesis Clifford Geertz, juga tidak sesuai dengan konsep “Islam nominal” sebagaimana argumen Merle Calvin Ricklefs. Sebaliknya, mereka mewujudkan identitas hibrida keagamaan, yang berada dalam ruang abu-abu—mengidentifikasi diri sebagai santri sekaligus mempertahankan aspek-aspek profesi mereka sebelumnya. Dengan cara ini, mereka membangun dan mengekspresikan identitas keagamaannya.
Unduhan
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Saiful Mustofa, Mohamad Khoirul Fata , Seli Muna Ardiani

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Dialogia : Jurnal Studi Islam dan Sosial allow the author(s) to hold the copyright without restrictions and allow the author(s) to retain publishing rights without restrictions, also the owner of the commercial rights to the article is the author.



