Nilai-Nilai Filantropi Pada Tradisi Yatiman Di Brotonegaran Ponorogo
Abstract
Diskursus mengenai peran filantropi (kedermawanan) Islam kian hari semakin menarik untuk dikaji. Tradisi yatiman di Brotonegaran Ponorogo diselenggarakan untuk memberikan wadah kegiatan berbagi dalam bentuk penyantunan anak-anak yatim pada malam tanggal 10 Muharam setiap tahunnya. Masalah dalam penelitian ini adalah ingin menjawab bagaimana tradisi yatiman berlangsung pada masyarakat Brotonegaran Ponorogo dan apa saja fungsi dan makna tradisi yatiman tersebut bagi kehidupan masyarakat ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memberikan interpretasi mendalam terhadap temuan-temuan lapangan berdasarkan fakta sosial yang terjadi apa adanya. Sedangkan untuk mendapatkan validitas data lapangan, prosedur yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan dan dianalisis dengan menelaah semua data yang akhirnya diinterpretasikan.
Berdasarkan data penelitian dari lapangan dan hasil analisis data yang mengikuti alur penelitian kualitatif, dihasilkan beberapa temuan. Pertama, kedermawanan (filantropi) dalam tradisi yatiman bukan semata-mata sebatas dorongan (motivasi) beramal, bersedekah atau infaq, tetapi lebih bersifat rasa cinta kasih dan kemanusiaan yang berkeadilan sosial dan karena panggilan hati nurani serta kesetiakawanan sosial. Kedua, tradisi yatiman masuk dalam varian filantropi tradisional karena beraktifitas dalam ruang karitas, tidak berkelanjutan dan cenderung memaknai filantropi secara an sich. Adapun pendekatan filantropi yang digunakan menganut pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) dan menggunakan paradigma social service. Dalam paradigma social service (pelayanan sosial), jenis-jenis pelayanan mencakup perihal pemenuhan basic needs (kebutuhan dasar) untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, kesahatan dan pendidikan.Copyright (c) 2016 Kodifikasia
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.